Minggu, 04 Oktober 2020

Masih Ada Harapan

Kadang akan menjadi sebuah dilema bila diantara kita dihadapkan pada sebuah pilihan. Pilihan yang cukup berat,  tapi harus segera kita selesaikan.  Timbang kanan, timbang kiri seakan-akan tak menemui titik terang.  

Pada fase ini kedewasaanlah yang memainkan peran.  Lebih-kurang,  baik-buruk harus dipikirkan matang-matang.  Tapi ada satu yang juga harus kita persiapkan. Apa itu yang harus dipersiapkan?  Ya yang harus dipersiapkan ialah kotak hitam didalam hati. 

Ini hanya sekadar istilah psikologi.  Bukan menandakan bahwa kita benar-benar memasukan kotak hitam kedalam hati.  Fungsi kotak hitam ini adalah tempat menyimpan segala kekecewaan,  keluh kesah,  kesedihan,  pengalaman pahit,  dan hal-hal yang lain. Bagi yang sudah paham dan merasakannya peran kotak hitam ini sangatlah penting.  Apalagi bagi kita-kita yang memiliki karakter introvert.  

Seperti yang sudah sering kita dengar,  bahwa perjalanan hidup bak roda yang berputar. Kadang diatas kadang di bawah. Adakalanya bahagia dan adakalanya pula sedih.  Semua silih berganti mengisi kehidupan yang kita jalani.  

Sebagai seorang yang beriman, nampaknya agama juga mengajarkan untuk tetap mengimani takdir yang terjadi dan memercayai bahwa semua itu sudah menjadi takdir yang Tuhan gariskan kepada kita.  Kecewa boleh,  sedih boleh,  nangis boleh.  Tapi satu yang tidak boleh yaitu melakukan kesemua itu secara berlebih-lebihan. Karena semua yang berlebihan itu tidak baik.  

Membangun sikap yang optimistis dan terus berpikir positif menjadi jalan yang terbaik. Meyakini bahwa didepan sana ada sesuatu yang sudah dipersiapkan. Bahkan jauh lebih baik dari apa yang kita harapkan sebelumnya.  Jika bisa melalui fase ini,  maka kita termasuk orang -orang yang ikhlas dan sabar terhadap ketentuan yang sudah Tuhan takdirkan. 

Ingat Tuhan tidak akan meninggalkan hamba-hambaNya, namun kadang hamba-hambaNyalah yang menjauhkan diri dariNya.  

Sabtu, 04 Juli 2020

Fakta yang Harus di Hadapi

Dikala kecil dulu kita pernah memiliki banyak harapan besar. Harapan yang jika di dengar oleh orang dewasa itu aneh dan agak lucu. Harapan jika besar nanti mau jadi power ranger-lah, mau superman-lah, mau jadi batman-lah, atau bahkan punya harapan ingin dapat duit dari tiap pesawat terbang yang lewat. Harapan-harapan itu lebih bersifat imajinatif, dan memang pada faktanya anak-anak termasuk kita kala itu penuh dengan dunia imajinasi.

Orang tua atau pun orang dewasa hanya  bisa tersenyum sinis melihat apa yang kita lakukan. namun, mereka juga tidak dapat memaksa, toh nyatanya dunia anak dengan dunia orang dewasa itu berbeda jauh. Orang tua pun akan memaklumi hal itu.

Kadang tidak hanya cita-cita yang aneh, tetapi hal yang kita lakukan pun sering aneh dan jenaka. Bayangkan saja rumus dari mana tanah bisa diceritakan sebagai kue, kemudian air kotor bisa dibayangkan menjadi jus segar. Lalu coba ingat-ingat lagi, bagi anak laki-laki ketika bermain sepeda dalam bayangan mereka, mereka sedang berada di dalam sirkuit balapan. Kemudian dengan aba-aba layaknya balapan, mereka pun antusias memainkan sepeda mereka dengan bayangan bahwa apa yang mereka bawa adalah sebuah motor balap. Kemudian ketika sedang main bola,  rasanya anak-anak hanya akan fokus pada jadi siapa mereka dilapangan, jadi ronaldo kah atau jadi messi. Jadi begitulah anak-anak, usia dimana imajinasi mendominasi diri.

Tetapi seiring berjalannya waktu, logika dan nalar kita mulai berkembang. Hal itu juga diiringi dengan pertumbuhan fisik yang makin lama makin matang. Coba saja kita diminta untuk berlagak seperti anak-anak. Banyak dari kita akan berpikir dua kali. Karena apa hal itu terjadi? hal tersebut terjadi karena logika dan nalar mulai menguasai dan imajinasi tidak kebagian tempat. Maka munculah asumsi dari diri kita sendiri, "wah dulu gua kok aneh ya, pelepah pisang aja bisa-bisanya gua anggap pistol'. Muncul asumsi mengenai kesadaran diri tentang apa yang kita lakukan saat kecil dulu. Berargumentasi bahwa apa yang kita lakukan kala itu, merupakan hal yang aneh dan gila. Dan mulailah kita tertawa dan tersenyum kecil sembari membayangkan hal-hal aneh yang pernah kita lakukan saat kecil dulu.

Peristiwa ini menandakan bahwa perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Yang mau tidak mau, suka tidak suka harus kita lakukan. Jika tidak, kita akan kalah dengan kemajuan zaman yang berjalan begitu pesat. Ini juga berlaku bagi kaula-kaula muda yang masih berpikir bahwa mereka akan terus berada di usia muda. Padahal, secara sadar atau tidak sadar usia mereka terus berjalan seiring berputarnya waktu. Artinya dalam waktu dekat mereka harus menghadapi momen, momen memilih pasangan hidup.

Ya secara teori, nampaknya sederhana. Tetapi, fakta dilapangan menunjukkan betapa sulitya melewati momen ini. Mulai dari sindiran orang-orang terdekat. Perjodohan yang sama sekali tidak kita inginkan. Bahkan sampai pada ancaman menyendiri seumur hidup.  Rasanya seperti inilah gambaran berat nya memilih pasangan hidup.

Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan dengan matang. Mulai dari memasang plan demi plan. Sampai pada pemasangan target yang harus dicapai. Hal ini menjadi gambaran berat bagi kita-kita yang masih berada pada usia 20an. Tapi ada sebagian dari kita yang menganggap hal ini biasa-biasa saja. Hal itu terjadi karena perbedaan latar belakang kehidupan dan perbedaan pengalaman.Artinya semua ini akan kembali kepada diri masing-masing. Penentunya bukan orang lain, tetapi diri kita sendiri.

Pada akhirnya semua proses kehidupan harus kita jalani dan lewati dengan sebaik mungkin. Salah, keliru dalam mengambil langkah menjadi hal yang biasa terjadi. Yang perlu kita lakukan adalah bangkit untuk membangun optimisme menatap hari esok yang lebih baik. Layaknya anak kecil yang selalu siap menjadi apapun. Meski pada dasarnya mereka belum mengetahui apa yang akan dihadapi di masa depan. Ilmu bisa kita dapat dari mana saja. maka dari itu "Jadikan setiap orang sebagai guru, serta jadikan setiap tempat yang kita singgahi sebagai sekolah, dengan begitu kita akan mendapatkan pelajaran yang berharga, yakni pelajaran  hidup.


terima kasih
sekian.

Cileungsi, 5 Juni 2020

Senin, 15 Juni 2020

'Orang Dalam Si Benalu Licik'



Sudah hampir sepekan kita diramaikan oleh sebuah skandal hukum yang kontroversial. Kasus penyiraman Novel Baswedan kembali mencuat kepermukaan. Bukan lagi membahas dalang dibalik kasus ini, tetapi publik dikejutkan dengan tuntutan yang diberikan kepada pelaku. Pelaku penyiraman hanya diberi hukuman satu tahun penjara. Alasan mengapa si pelaku hanya dituntut satu tahun adalah mereka tidak sengaja melakukan penyiraman terhadap korban, yakni bapak Novel Baswedan.

Kutipan diatas hanya berupa simpulan dari rentetan berita dari berbagai sumber. Ya lebih kurangnya media berita menginformasikannya seperti itu.  Kalau buat penulis sendiri hal seperti bukanlah sebuah hal yang baru. Karena hal ini sudah menjadi sebuah stigma di masyarakat bahwasannya hukum di negeri ini memang sangatlah aneh. Penulis tidak menuduh pemerintah tidak becus dalam menangani kasus hukum yang terjadi. Tetapi hal ini sudah menjadi realitas yang seharusnya pemerintah bisa memakluminya. Memaklumi dalam hal sadar dan mengakui ada sesuatu yang tidak beres dari penegakkan hukum di negeri ini.

Prinsip penulis kepada pemimpin negara, siapapun presiden yang memimpin pasti memiliki itikad dan tujuan yang baik. Tetapi dalam proses berlangsungnya pemerintahan pasti ada beberapa strategi yang tidak berjalan sesuai rencana. Hukum sudah dibuat. Undang-undang sudah disahkan. hanya saja peneggakkan hukum selalu saja terkendala satu masalah. Ya masalah utama penegakkan hukum di negeri adalah "Orang Dalam". Apapun masalahnya selama ada orang dalam semua beres. Bahkan dalam satu kedipan mata saja. Kasus yang tadi nya parah, tiba-tiba bisa berubah menjadi seolah-olah tidak ada kasus. Pelakunya pun sudah bisa berkeliaran lagi. Mengapa bisa begitu? Ya lagi-lagi itu berkat jasa 'Orang Dalam'.

Bagi orang-orang yang berpengalaman di organisasi, hal-hal seperti ini sudah biasa mereka temui. Dapat dipastikan dalam sebuah organisasi ada satu dua orang yang boleh dikatakan sebagai 'beban organisasi'. Rapat ga datang, eh pas acara paling awal datengnya. Ketika ada masalah di organisasi boro-boro bantu, malah dia jadi orang pertama yang menjelekkan organisasi tersebut.  Analogi ini adalah sebuah keniscayaan yang memang sulit dihilangkan. Jangan berbicara tentang hukum sebuah negara, kalau hukum atau aturan dalam organisasi saja banyak yang melanggar. Artinya kebiasaan ini sudah mendarah daging di budaya kita sendiri. Baik lingkup kecil maupun lingkup besar.

Butuh keberanian dan ketegasan yang kuat untuk menumpas 'Orang Dalam'. Sulitnya menumpas 'Orang Dalam' bukan tanpa sebab, karena 'Orang Dalam' ini punya banyak pengawal. Pengawal mereka ya orang-orang yang duduk di kursi pemerintahan. Andai satu 'Orang Dalam' tertangkap bisa jadi ia akan mengungkapkan ratusan kasus pengawal-pengawalnya. Buat 'Orang Dalam' tertangkap bukanlah masalah asalkan mereka tidak sendiri. Jadi 'Orang Dalam' ini juru kunci orang-orang yang ada dipemerintahan. Kebobrokan mereka bisa terbongkar begitu saja jika mereka tidak menjaga betul 'Orang Dalam' yang mereka percayai. Terus 'Orang Dalam-' nya bagaimana? Ya kalau mereka sih senyam-senyum aja, seakan-akan gaada kasus. Makanya julukan yang cocok buat mereka adalah SI BENALU LICIK. Ibarat benalu sudah numpang hidup eh malah matiin tuan rumahnya. Begitilah kira-kira gambaran liciknya 'Orang Dalam'.

Sekarang yang perlu kita lakukan adalah membantu kinerja pemerintah dalam memberantas 'Orang Dalam'. Undang-undang sudah benar, Hukum sudah benar yang salah adalah pelaksanaanya. Penumpasan ini butuh kebersamaan dan persatuan. Hilangkan ego satukan tujuan. Keadilan dalam Penegakkan hukum harus selalu disuarakan. Sosialisasi tentang hukum dan undang-undang yang berlaku juga harus masif dilakukan. Jangan sampai teriak-terika tegakkan hukum tapi kita sendiri tidak paham hukum apa yang kita teriakkan. Kritisilah sesuatu yang kita sendiri paham tentang hal tersebut bukan kritis terhadap sesuatu yang kita sendiri tidak paham.

Tapi ada satu hal penting yang harus kita lakukan terlebih dahulu. Yakni belajar untuk menjadi pribadi yang tegas. Benar katakan benar, salah katakan salah. Hal ini pun berlaku untuk diri kita sendiri. Melakukan pembenaran terhadap kesalahan yang kita lakukan adalah sebuah kekeliruan. Maksudnya ketika kita salah ya akui saja bahwa kita salah. Jangan cari pembelaan untuk membenarkan kesalahan yang kita lakukan. Jika disederhanakan ke dalam sebuah istilah, hal ini biasa disebut Sadar diri atau mawas diri. Orang jika sudah sadar diri dia gak akan neko-neko. Semua yang dilakukannya pasti sesuai dengan ketentuan Undang-undang dan hukum yang berlaku.

Prinsip penegakkan hukum di mulai dari diri sendiri. Membentuk mental yang tangguh layaknya baja yang kuat. Setelah itu, usaha yang harus dilakukan ialah memperkokoh Kebersamaan dan Persatuan. Hukum itu dibuat dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.  Jika semua kompak maka hukum akan selalu tegak berdiri sampai kapanpun. Tetapi realita yang terjadi terkadang tak sesuai harapan. Ada kalanya hukum dibuat hanya untuk sebuah kepentingan semata, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Ya tapi itu semua tidak akan terjadi kalau masing-masing dari kita saling mawas diri.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa permasalahan utama penegakkan hukum hampir di semua negara adalah 'Orang Dalam'. Maka dari itu yang perlu kita bantai adalah 'Orang Dalam' nya bukan negaranya . Sandarkan hakikat Keadilan pada ilahi, karena keadilan yang hakiki adalah keadilan yang berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa..

Semoga kita selalu diberi kesehatan dan kekuatan oleh Allah swt.

#Salamopini
#bersamakitabisa





Selasa, 26 Mei 2020

"Cukup Jangan Berlebihan"


Perubahan tampaknya menjadi sebuah keharusan bagi setiap individu. Cepat atau lambat, mau tidak mau, perubahan itu pasti terjadi. Anak kecil tidak selamanya ia akan menjadi anak kecil terus. Secara bertahap ia akan mengalami perubahan. Mulai dari pertumbuhan fisiknya sampai dengan perkembangan psikis. Artinya perubahan menjadi sebuah realitas yang harus kita akui dan terima. 

Sudah sering juga kita mendengar kalimat mutiara " dibalik kejadian pasti ada hikmahnya". Kalimat yang secara serentak kita akui kebenarannya. Apalagi sebagai manusia yang percaya akan adanya Tuhan, hal ini harus menjadi prinsip keimanan. Memercayai bahwa semua kejadian di dunia ini merupakan buah hasil dari kekuasaan Tuhan. Dan sebagai manusia kita harus meyakini Tuhan itu Maha kuasa. Mayoritas pemeluk agama pun mengimani bahwa Tuhan tidak akan mengingkari janji-janjinya. 

Disaat bersamaan Tuhan juga memerintah kita, untuk menyikapi setiap peristiwa dengan selayaknya. Tidak kurang dan tidak lebih. Harus seimbang dalam menyikapi sesuatu hal yang terjadi. Namun, banyak dari kita justru tidak mengindahka hal tersebut. Semua peristiwa yang baru diketahui selalu dilebih-lebihkan. Seakan-akan tidak ada celah untuk memunculkan harapan. Muncul peristiwa A panik, muncul peristiwa B tambah panik, dan seperti ini terus siklus yang tejadi. Kepanikan merupakan kegagalan diri dalam menerima tantangan/ sesuatu yang baru dalam hidup. Atau bisa menjadi sebuah indikasi ketidaksiapan kita dalam menjalankan roda kehidupan yang terus berputar. 

Belajarlah untuk menerima realitas yang terjadi. Jangan selalu monoton dengan kenyamanan. Terkadang kenyamanan itulah yang membelenggu kita untuk menerima realitas yang terjadi. Gak semua di dunia ini sesuai dengan apa yang kita harapkan. Bahkan terkadang di beberapa kesempatan kita harus mengalah dengan keadaan. 

Sesuatu yang kita lakukan secara berlebihan itu gak baik. Makan berlebihan gak baik, olahraga berlebihan gak baik, bahkan ibadah berlebihan tanpa memikirkan dunia pun gak baik. Lakukanlah sesuatu dengan prinsip "cukup jangan berlebihan". MaknaCukup masing-masing individu memiliki sifat yang relatif. Artinya tolak ukur "Cukup" tiap individu berbeda-beda. Tidak bisa kita sama ratakan.

Melakukan dan menerima setiap hal dengan "cukup", maka hidup yang kita jalani akan terasa efektif. Semua sudah dilakukan dengan pas dan tidak berlebihan. Mau makan ada nasi sama lauk. Mau pergi ada motor, ya meski pun hanya motor bebek. Mau jajan ada uang. Ada corona ya berarti kita yang harus hidup bersih. Ya kira-kira se simpel inilah jika sebuah peristiwa kita sikapi dengan prinsip"cukup jangan berlebihan".

Beda kepala beda prinsip. Tiap individu punya penilaian tersendiri tentang sesuatu hal. Ya misal seperti pandemi covid 19 ini. Ada kelompok yang menanggapi dengan sederhana dan ada pula kelompok yang menanggapi hal ini sebagai bentuk bencana. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa covid 19 merupakan akhir dari hidup manusia. 

Tiap orang boleh punya prinsip hidup yang berbeda. Tetapi disaat seperti ini, membangun optimisme adalah salah satu jalan terbaik yang bisa kita lakukan. Soal gotong royong, negara ini ahlinya. Karena memang negeri ini bangun dengan landasan gotong royong. Tiap rakyatnya punya andil besar dalam membangun bangsa dan negara. Nah, semangat gotong royong inilah yang harus kita gaungkan ke seluruh penjuru negeri. Hentikan berita-berita yang memunculkan keresahan di masyarakat. Mari bangun semangat baru untuk menjadi manusia normal yang baru (the new normal). 




Kamis, 21 Mei 2020

"Kebutuhan diatas Keinginan; Part 2"


Pada waktu tertentu kita pasti dihadapkan pada sebuah kedilemaan. Tentang sesuatu yang rasanya sulit untik di pilih. Banyak petimbangan yang harus diputuskan sesegera mungkin. Karena memang batas waktu yang singkat sehingga tidak memungkinkan lagi untuk berpikir lama. Pikiran kita dituntut untuk berpikir kritis, menimbang semua aspek agar tak menimbulkan penyesalan dikemudian hari. Meski pada akhirnya terkadang logika dan nurani kita kalah dengan hawa nafsu yang terus menyala.

Rasa ingin sesuatu selalu disebabkan oleh hawa nafsu.  Dorongan dari dalam diri meminta manusia untuk mengutamakan apa yang diinginkan. Bukan meminta untuk mempriotaskan kebutuhan. Padahal secara riil, kebutuhan jauh lebih penting daripada keinginan. Ya tapi mau bagaimana lagi, pertempuran batin selalu dimenangkan nafsu. Sedangkan logika selalu terbelakang dan kalah. Barulah, ketika sadar kita mengetahui keinginan hanya membuai kita diawal dan selalu menutup nurani dan logika kala itu.

Jika kita bebicara tentang diri sendiri rasanya sulit untuk jujur. Kadang kita sering membohongi diri sendiri. Misal ketika situasi seperti saat ini.  Himbauan dari berbagai pihak untuk tetap di rumah nyata nya kita langgar.  Seakan-akan aturan di buat untuk di langgar.  Ya hal ini hberlaku juga buat penulis. Protokol kesehatan bak tulisan yang hanya sekadar  dibaca. Bukan untuk dipahami dan dijalankan.  Jika berbicara fakta dilapangan,  jauh sebelum Covid 19 datang memang masyarakat kita sudah di kenal dengan 'kengeyelannya'.  Contoh sederhana nya buang sampah.  Sudah berapa ribu himbauan,  sudah berapa ratus tulisan dibuat untuk mengingatkan masyarakat 'jangan buang sampah sembarangan '. Tapi apa hasil yang didapat?  Tetap saja sampah berserakkan dimana-dimana. 

Nafsu yang ada, sebenarnya memiliki peran yang penting. Peran yang terus mendorong manusianya untuk terus berusaha mendapatkan sesuatu. Hal itu akan sangat baik apabila kita mengarahkannya kearah yang positif. Namun, jika kita membawanya kearah yang negatif maka itu akan jadi malapetaka yang menyakitkan.

Banyak kasus covid 19 disebabkan oleh nafsu yang tidak baik. Nafsu yang hanya memikirkan kebahagian sesaat tanpa memikirkan hal apa yang akan terjadi kedepannya. Dorong-dorongan yang ada, itu hanya keinginan yang sesat. Banyak dari kita berdalih bahwa itu semua demi kebutuhan. Padahal jika dikalkulasikan, lebih banyak keinginan yang kita belanjakan, ketimbang kebutuhan yang jelas-jelas kita butuhkan. Walaupun tiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda -beda.  Artinya semua keputusan ada ditangan kita. 

Kalau kita menginginkan Covid 19 ini cepat berlalu maka ikutilah aturan yang berlaku.  Jangan gadaikan kesehatan orang -orang  sekitar kita dengan sesuatu yang kita inginkan.

Berpikirlah lebih dalam. Cobalah bertanya pada diri sendiri,  Apa yang akan terjadi kalau saya melakukan itu?, bagaimana keluarga saya?, dan bagaimana masa depan saya?. Ya pertanyaan-pertanyaan seperti itu setidakanya membuat kita berpikir dua kali sebelum bertindak.

Kebutuhan haruslah menjadi prioritas kita. Dimana pun dan kapan pun. Mengalahlah sedikit, jangan kalah dengan keinginan. Keinginan jika terus diupayakan tidak akan ada habisnya. Hari ini udah beli sepeda, besok mau beli motor. Besok udah beli motor, lusa mau beli mobil. Dan begitulah seterusnya. Terus bertambah dan terus bertambah.

Lain hal nya jika kita mengutamakan kebutuhan. Aku butuh motor untuk sekolah/bekerja. Jika sudah berkomitmen maka godaan sebesar apapun akan mampu dilewati. Mau ada mobil mewah --semewah apapun kalau hanya butuh motor ya gak akan tergoda. Hal tersebut menandakan, jika kita fokus hanya pada apa yang dibutuhkan maka hidup kita akan tercukupi.

Agama pun pernah menyampaikan " Bahwa Tuhan telah mencukupkan apa yang kita butuhkan untuk hidup. Namun yang membuat hidup ini berat adalah banyaknya keinginan dari kita sendiri". Oleh karena itu, orientasi hidup adalah tentang bagaimana kita mampu memprioritaskan apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan. Keinginan tidak akan ada habisnya, ia akan terus bertambah dan bertambah dari waktu ke waktu. Jagalah keinginan dengan terus bersyukur dan rendahkanlah hati kepada siapa pun. 

Terus berusaha dan berdoa semoga pandemi cepat berlalu. 

Selasa, 19 Mei 2020

"Bangun Optimisme bukan Egoisme; Corona Pasti Berlalu "

Ironi memang  melihat situasi saat ini.  Dalam upaya mencegah dan memutus mata rantai covid 19, masih ada saja sebagian dari kita mementingkan ego nya sendiri . Ya mungkin hal ini berlalu juga buat penulis.  

Hari-hari sebelum corona datang,  kita bisa hidup normal seperti biasanya.  Lalu-lalang manusia yang sibuk dengan urusan nya sendiri terus ada setiap hari nya.  Tidak ada jaga jarak,  tidak ada pake masker,  dan tidak ada larangan untuk berkumpul kala itu adalah hal yang biasa.  Tapi sekarang,  hal itulah yang kita rindukan saat ini.  Betul saja apa yang dikatakan kyai ternama. Dalam sebuah ceramah nya ia pernah mengatakan bahwa ujian terberat manusia adalah "rindu". Ya saat ini kita betul-betul merindukan masa itu.  Masa sebelum covid 19 datang.  

Namun apa boleh buat,  takdir membawa kita untuk menghadapi Covid-19.  Wabah yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.  Dengan segala kekurangan yang kita miliki,  suka tidak suka,  mau tidak mau,  kita harus hadapi ini.  Keterbatasan pasti ada.  Tapi optimisme jangan sampai hilang.  Karena ini tinggal menunggu waktu saja,  cepat atau lambat Covid 19 pasti bisa kita lewati.  

Membangun optimisme bukan berarti mengabaikan aturan yang sudah dibuat. Jangan menggunakan prasangka untuk mencari sebuah pembenaran.  "Ah kumpul di cafe sebentar gapapa lah". "ah Nongkrong di tempat biasa mah gak ada virus". Ya hal-hal kecil seperti ini lah yang justru membuat situasi kian rumit.  Cobalah untuk menahan diri.  Kendalikan ego sejenak saja.  Setidaknya sampai pandemi ini membaik.  Selepas ini berlalu,  silakan kita kembali kekesibukkan kita masing-masing . Kembali menjadi manusia yang baru.  Manusia yang lulus dari rintangan Corona.  

Pengalaman,  pengetahuan, dan perasaan yang kita dapatkan dari situasi ini kita jadikan evaluasi kedepannya.  Evaluasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.  Pribadi yang lebih mengutamakan kebersihan,  baik kebersihan hati maupun kebersihan diri.  

Egoisme tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Toh Keputusan yang baik pun diambil dari hasil musyawarah bersama.  Bukan hasil dari pemikiran individualis. 
Bangun optimisme ditengah pandemi itu baik.  Tapi jangan pernah kaitkan optimisme dengan egoisme karena keduanya adalah hal yang saling bertolak belakang.  Optimisme adalah keyakinan yang disertai dengan usaha.  Sedangkan egoisme adalah sesuatu keyakinan tanpa usaha. Dalam kata lain egoisme ini adalah sifat ngeyel kita, yang ga mau diatur tapi senang ngatur orang.  

Bersama  kita terus bangun optimisme ditengah pandemi ini.  Karena sejatinya harapan itu masih ada, tinggal bagaimana cara kita untuk mencapai harapan tersebut . Satu-satunya cara adalah berusaha menahan diri dan ego kita masing-masing untuk tidak melakukan hal -hal yang tidak penting.  Patuhi aturan yang ada,  dan biasakan hidup bersih dan sehat.  

Teknologi secanggih apapun tidak akan mampu menghadirkan rasa yang sama. Rasa ketika kita bersapa  langsung dengan orang-orang yang kita cintai.  Tapi untuk saat ini bersabarlah. Seperti petuah-petuah lama bilang  "badai pasti berlalu ". Begitu pun dengan corona,  cepat atau lambat "corona pasti berlalu.  Terus  Berusaha dan selalu berdoa semoga wabah ini cepat berlalu. 

Rabu, 08 April 2020

Yowis Manut Wae lah.

Situasi sulit seperti ini menjadi dilema bagi semua. Kalangan atas, menengah, dan bawah merasakan dampak yang sama. Yang membedakan hanyalah cara menanggapi dan memperlakukan diri menghadapi situasi sulit ini. Ada yang galau setengah mati karena gak bisa kemana-mana. Mau ke mall, mall nya ditutup. Mau jalan ke tempat wisata, tempat nya ditutup. Atau mau pergi ke tempat ibadah pun juga terbatas. Ya inilah kedilemaan saat ini.

Disaat orang-orang berusaha membatasi diri dari aktivitas di luar rumah, ternyata masih banyak sebagian dari kita yang harus berjibaku mengais rezeki. Buat mereka tidak ada yang lebih berbahaya daripada keluarganya tidak makan sama sekali. Semua risiko mereka ambil. Tak peduli virus atau bahaya apa yang mengancam mereka. Buat mereka tanggung jawab adalah hal yang diprioritaskan. Teruntuk mereka yang harus bekerja teriring doa "semoga rezeki hari ini dan seterusnya memberi berkah buat semua".

Sedangkan yang lain, tanpa harus keluar rumah masih dapat bekerja di rumah. Tetapi bekerja di rumah bukan berarti tak menimbulkan dilema. Jelas, konsekuensi yang harus diambil adalah kejenuhan dan tinggi nya rasa bosan.  Terbisa dengan sosialisasi tinggi dengan orang banyak, sekarang harus dipaksa mengisolasi diri di rumah. Rasanya apa? BOSAN.

Tapi kedilemaan ini harus kita hadapi sama-sama. Himbauan pemerintah pusat dan daerah sudah sepatutnya kita ikuti. Jangan merasa angkuh atas himbauan yang telah disampaikan. Karena itu semua demi kebaikan bersama. Saat ini kita harus realistis menghadapi pandemi dunia ini. Jangan kerjakan sesuatu yang tak penting. Tahan diri sementara waktu. Manfaatkan situasi ini untuk berkumpul dengan keluarga. Anggap saja ini sebagai momen kumpul  bersama keluarga. Apapun yang terjadi ikuti saja alurnya. Kalau kata orang jawab " Yowis manut wae lah" (yaudah ngikut aja deh).

Toh nantinya kita sama-sama bisa ambil hikmah dari kejadian hari ini. Tuhan punya rencana yang tidak diketahui manusia. Lalu kalaupun ini adalah hasil buatan manusia, ya kita doakan saja semoga mereka-mereka yang terlibat bisa mendapat ganjaran yang setimpal.

Buat kaum ngopi, situasi ini sama sekali tidak mengganggu. Malah ngopi makin terasa nikmat karena bisa berbicara dengan diri sendiri. Berbicara tentang masa lalu yang sudah dilewati dan berbicara tentang masa depan yang akan dihadapi. Dan buat kaum jomblo situasi ini sudah sangat familiar, karena mereka terbiasa sendiri. Jadi gak ngaruh sama sekali. hahaha.

Nanti kita ceritakan tentang hari ini. Hari dimana rebahan menjadi solusi terbaik menyelamatkan dunia. Cerita tentang pelajaran hidup yang berarti. Memberi makna bahwa manusia dan semesta harus selalu bekerjasama
membangun ekosistem kehidupan yang baik. Keseimbangan itu harus kita kembalikkan. Meskipun sedikit, setidaknya kita sudah berusaha untuk memperbaiki semeseta. Bagaimana nanti nya, serahkan saja pada yang Maha Kuasa, karena Tuhan punya cerita yang indah diakhir nanti.
X : "Saat ini Jangan aneh-aneh ya".
Y: "Yowis Manut Wae lah".

Aku, kamu, dan kita memang terpisah oleh jarak. Tapi percayalah jarak memberi kita waktu untuk memahami rindu. Dan diakhir nanti kita akan berkata bahwa "iya Tuhan sekarang aku paham bahwa rindu itu indah dan aku mengerti bahwa rencanmu adalah yang terbaik, terima kasih Tuhan". (mata berbinar indah berselimut senyum merona memandang senja nan elok di ujung barat).