Selasa, 26 Mei 2020
"Cukup Jangan Berlebihan"
Perubahan tampaknya menjadi sebuah keharusan bagi setiap individu. Cepat atau lambat, mau tidak mau, perubahan itu pasti terjadi. Anak kecil tidak selamanya ia akan menjadi anak kecil terus. Secara bertahap ia akan mengalami perubahan. Mulai dari pertumbuhan fisiknya sampai dengan perkembangan psikis. Artinya perubahan menjadi sebuah realitas yang harus kita akui dan terima.
Sudah sering juga kita mendengar kalimat mutiara " dibalik kejadian pasti ada hikmahnya". Kalimat yang secara serentak kita akui kebenarannya. Apalagi sebagai manusia yang percaya akan adanya Tuhan, hal ini harus menjadi prinsip keimanan. Memercayai bahwa semua kejadian di dunia ini merupakan buah hasil dari kekuasaan Tuhan. Dan sebagai manusia kita harus meyakini Tuhan itu Maha kuasa. Mayoritas pemeluk agama pun mengimani bahwa Tuhan tidak akan mengingkari janji-janjinya.
Disaat bersamaan Tuhan juga memerintah kita, untuk menyikapi setiap peristiwa dengan selayaknya. Tidak kurang dan tidak lebih. Harus seimbang dalam menyikapi sesuatu hal yang terjadi. Namun, banyak dari kita justru tidak mengindahka hal tersebut. Semua peristiwa yang baru diketahui selalu dilebih-lebihkan. Seakan-akan tidak ada celah untuk memunculkan harapan. Muncul peristiwa A panik, muncul peristiwa B tambah panik, dan seperti ini terus siklus yang tejadi. Kepanikan merupakan kegagalan diri dalam menerima tantangan/ sesuatu yang baru dalam hidup. Atau bisa menjadi sebuah indikasi ketidaksiapan kita dalam menjalankan roda kehidupan yang terus berputar.
Belajarlah untuk menerima realitas yang terjadi. Jangan selalu monoton dengan kenyamanan. Terkadang kenyamanan itulah yang membelenggu kita untuk menerima realitas yang terjadi. Gak semua di dunia ini sesuai dengan apa yang kita harapkan. Bahkan terkadang di beberapa kesempatan kita harus mengalah dengan keadaan.
Sesuatu yang kita lakukan secara berlebihan itu gak baik. Makan berlebihan gak baik, olahraga berlebihan gak baik, bahkan ibadah berlebihan tanpa memikirkan dunia pun gak baik. Lakukanlah sesuatu dengan prinsip "cukup jangan berlebihan". MaknaCukup masing-masing individu memiliki sifat yang relatif. Artinya tolak ukur "Cukup" tiap individu berbeda-beda. Tidak bisa kita sama ratakan.
Melakukan dan menerima setiap hal dengan "cukup", maka hidup yang kita jalani akan terasa efektif. Semua sudah dilakukan dengan pas dan tidak berlebihan. Mau makan ada nasi sama lauk. Mau pergi ada motor, ya meski pun hanya motor bebek. Mau jajan ada uang. Ada corona ya berarti kita yang harus hidup bersih. Ya kira-kira se simpel inilah jika sebuah peristiwa kita sikapi dengan prinsip"cukup jangan berlebihan".
Beda kepala beda prinsip. Tiap individu punya penilaian tersendiri tentang sesuatu hal. Ya misal seperti pandemi covid 19 ini. Ada kelompok yang menanggapi dengan sederhana dan ada pula kelompok yang menanggapi hal ini sebagai bentuk bencana. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa covid 19 merupakan akhir dari hidup manusia.
Tiap orang boleh punya prinsip hidup yang berbeda. Tetapi disaat seperti ini, membangun optimisme adalah salah satu jalan terbaik yang bisa kita lakukan. Soal gotong royong, negara ini ahlinya. Karena memang negeri ini bangun dengan landasan gotong royong. Tiap rakyatnya punya andil besar dalam membangun bangsa dan negara. Nah, semangat gotong royong inilah yang harus kita gaungkan ke seluruh penjuru negeri. Hentikan berita-berita yang memunculkan keresahan di masyarakat. Mari bangun semangat baru untuk menjadi manusia normal yang baru (the new normal).
Kamis, 21 Mei 2020
"Kebutuhan diatas Keinginan; Part 2"
Pada waktu tertentu kita pasti dihadapkan pada sebuah kedilemaan. Tentang sesuatu yang rasanya sulit untik di pilih. Banyak petimbangan yang harus diputuskan sesegera mungkin. Karena memang batas waktu yang singkat sehingga tidak memungkinkan lagi untuk berpikir lama. Pikiran kita dituntut untuk berpikir kritis, menimbang semua aspek agar tak menimbulkan penyesalan dikemudian hari. Meski pada akhirnya terkadang logika dan nurani kita kalah dengan hawa nafsu yang terus menyala.
Rasa ingin sesuatu selalu disebabkan oleh hawa nafsu. Dorongan dari dalam diri meminta manusia untuk mengutamakan apa yang diinginkan. Bukan meminta untuk mempriotaskan kebutuhan. Padahal secara riil, kebutuhan jauh lebih penting daripada keinginan. Ya tapi mau bagaimana lagi, pertempuran batin selalu dimenangkan nafsu. Sedangkan logika selalu terbelakang dan kalah. Barulah, ketika sadar kita mengetahui keinginan hanya membuai kita diawal dan selalu menutup nurani dan logika kala itu.
Jika kita bebicara tentang diri sendiri rasanya sulit untuk jujur. Kadang kita sering membohongi diri sendiri. Misal ketika situasi seperti saat ini. Himbauan dari berbagai pihak untuk tetap di rumah nyata nya kita langgar. Seakan-akan aturan di buat untuk di langgar. Ya hal ini hberlaku juga buat penulis. Protokol kesehatan bak tulisan yang hanya sekadar dibaca. Bukan untuk dipahami dan dijalankan. Jika berbicara fakta dilapangan, jauh sebelum Covid 19 datang memang masyarakat kita sudah di kenal dengan 'kengeyelannya'. Contoh sederhana nya buang sampah. Sudah berapa ribu himbauan, sudah berapa ratus tulisan dibuat untuk mengingatkan masyarakat 'jangan buang sampah sembarangan '. Tapi apa hasil yang didapat? Tetap saja sampah berserakkan dimana-dimana.
Nafsu yang ada, sebenarnya memiliki peran yang penting. Peran yang terus mendorong manusianya untuk terus berusaha mendapatkan sesuatu. Hal itu akan sangat baik apabila kita mengarahkannya kearah yang positif. Namun, jika kita membawanya kearah yang negatif maka itu akan jadi malapetaka yang menyakitkan.
Banyak kasus covid 19 disebabkan oleh nafsu yang tidak baik. Nafsu yang hanya memikirkan kebahagian sesaat tanpa memikirkan hal apa yang akan terjadi kedepannya. Dorong-dorongan yang ada, itu hanya keinginan yang sesat. Banyak dari kita berdalih bahwa itu semua demi kebutuhan. Padahal jika dikalkulasikan, lebih banyak keinginan yang kita belanjakan, ketimbang kebutuhan yang jelas-jelas kita butuhkan. Walaupun tiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda -beda. Artinya semua keputusan ada ditangan kita.
Rasa ingin sesuatu selalu disebabkan oleh hawa nafsu. Dorongan dari dalam diri meminta manusia untuk mengutamakan apa yang diinginkan. Bukan meminta untuk mempriotaskan kebutuhan. Padahal secara riil, kebutuhan jauh lebih penting daripada keinginan. Ya tapi mau bagaimana lagi, pertempuran batin selalu dimenangkan nafsu. Sedangkan logika selalu terbelakang dan kalah. Barulah, ketika sadar kita mengetahui keinginan hanya membuai kita diawal dan selalu menutup nurani dan logika kala itu.
Jika kita bebicara tentang diri sendiri rasanya sulit untuk jujur. Kadang kita sering membohongi diri sendiri. Misal ketika situasi seperti saat ini. Himbauan dari berbagai pihak untuk tetap di rumah nyata nya kita langgar. Seakan-akan aturan di buat untuk di langgar. Ya hal ini hberlaku juga buat penulis. Protokol kesehatan bak tulisan yang hanya sekadar dibaca. Bukan untuk dipahami dan dijalankan. Jika berbicara fakta dilapangan, jauh sebelum Covid 19 datang memang masyarakat kita sudah di kenal dengan 'kengeyelannya'. Contoh sederhana nya buang sampah. Sudah berapa ribu himbauan, sudah berapa ratus tulisan dibuat untuk mengingatkan masyarakat 'jangan buang sampah sembarangan '. Tapi apa hasil yang didapat? Tetap saja sampah berserakkan dimana-dimana.
Nafsu yang ada, sebenarnya memiliki peran yang penting. Peran yang terus mendorong manusianya untuk terus berusaha mendapatkan sesuatu. Hal itu akan sangat baik apabila kita mengarahkannya kearah yang positif. Namun, jika kita membawanya kearah yang negatif maka itu akan jadi malapetaka yang menyakitkan.
Banyak kasus covid 19 disebabkan oleh nafsu yang tidak baik. Nafsu yang hanya memikirkan kebahagian sesaat tanpa memikirkan hal apa yang akan terjadi kedepannya. Dorong-dorongan yang ada, itu hanya keinginan yang sesat. Banyak dari kita berdalih bahwa itu semua demi kebutuhan. Padahal jika dikalkulasikan, lebih banyak keinginan yang kita belanjakan, ketimbang kebutuhan yang jelas-jelas kita butuhkan. Walaupun tiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda -beda. Artinya semua keputusan ada ditangan kita.
Kalau kita menginginkan Covid 19 ini cepat berlalu maka ikutilah aturan yang berlaku. Jangan gadaikan kesehatan orang -orang sekitar kita dengan sesuatu yang kita inginkan.
Berpikirlah lebih dalam. Cobalah bertanya pada diri sendiri, Apa yang akan terjadi kalau saya melakukan itu?, bagaimana keluarga saya?, dan bagaimana masa depan saya?. Ya pertanyaan-pertanyaan seperti itu setidakanya membuat kita berpikir dua kali sebelum bertindak.
Berpikirlah lebih dalam. Cobalah bertanya pada diri sendiri, Apa yang akan terjadi kalau saya melakukan itu?, bagaimana keluarga saya?, dan bagaimana masa depan saya?. Ya pertanyaan-pertanyaan seperti itu setidakanya membuat kita berpikir dua kali sebelum bertindak.
Kebutuhan haruslah menjadi prioritas kita. Dimana pun dan kapan pun. Mengalahlah sedikit, jangan kalah dengan keinginan. Keinginan jika terus diupayakan tidak akan ada habisnya. Hari ini udah beli sepeda, besok mau beli motor. Besok udah beli motor, lusa mau beli mobil. Dan begitulah seterusnya. Terus bertambah dan terus bertambah.
Lain hal nya jika kita mengutamakan kebutuhan. Aku butuh motor untuk sekolah/bekerja. Jika sudah berkomitmen maka godaan sebesar apapun akan mampu dilewati. Mau ada mobil mewah --semewah apapun kalau hanya butuh motor ya gak akan tergoda. Hal tersebut menandakan, jika kita fokus hanya pada apa yang dibutuhkan maka hidup kita akan tercukupi.
Agama pun pernah menyampaikan " Bahwa Tuhan telah mencukupkan apa yang kita butuhkan untuk hidup. Namun yang membuat hidup ini berat adalah banyaknya keinginan dari kita sendiri". Oleh karena itu, orientasi hidup adalah tentang bagaimana kita mampu memprioritaskan apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan. Keinginan tidak akan ada habisnya, ia akan terus bertambah dan bertambah dari waktu ke waktu. Jagalah keinginan dengan terus bersyukur dan rendahkanlah hati kepada siapa pun.
Terus berusaha dan berdoa semoga pandemi cepat berlalu.
Selasa, 19 Mei 2020
"Bangun Optimisme bukan Egoisme; Corona Pasti Berlalu "
Ironi memang melihat situasi saat ini. Dalam upaya mencegah dan memutus mata rantai covid 19, masih ada saja sebagian dari kita mementingkan ego nya sendiri . Ya mungkin hal ini berlalu juga buat penulis.
Hari-hari sebelum corona datang, kita bisa hidup normal seperti biasanya. Lalu-lalang manusia yang sibuk dengan urusan nya sendiri terus ada setiap hari nya. Tidak ada jaga jarak, tidak ada pake masker, dan tidak ada larangan untuk berkumpul kala itu adalah hal yang biasa. Tapi sekarang, hal itulah yang kita rindukan saat ini. Betul saja apa yang dikatakan kyai ternama. Dalam sebuah ceramah nya ia pernah mengatakan bahwa ujian terberat manusia adalah "rindu". Ya saat ini kita betul-betul merindukan masa itu. Masa sebelum covid 19 datang.
Namun apa boleh buat, takdir membawa kita untuk menghadapi Covid-19. Wabah yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dengan segala kekurangan yang kita miliki, suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus hadapi ini. Keterbatasan pasti ada. Tapi optimisme jangan sampai hilang. Karena ini tinggal menunggu waktu saja, cepat atau lambat Covid 19 pasti bisa kita lewati.
Membangun optimisme bukan berarti mengabaikan aturan yang sudah dibuat. Jangan menggunakan prasangka untuk mencari sebuah pembenaran. "Ah kumpul di cafe sebentar gapapa lah". "ah Nongkrong di tempat biasa mah gak ada virus". Ya hal-hal kecil seperti ini lah yang justru membuat situasi kian rumit. Cobalah untuk menahan diri. Kendalikan ego sejenak saja. Setidaknya sampai pandemi ini membaik. Selepas ini berlalu, silakan kita kembali kekesibukkan kita masing-masing . Kembali menjadi manusia yang baru. Manusia yang lulus dari rintangan Corona.
Pengalaman, pengetahuan, dan perasaan yang kita dapatkan dari situasi ini kita jadikan evaluasi kedepannya. Evaluasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang lebih mengutamakan kebersihan, baik kebersihan hati maupun kebersihan diri.
Egoisme tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Toh Keputusan yang baik pun diambil dari hasil musyawarah bersama. Bukan hasil dari pemikiran individualis.
Bangun optimisme ditengah pandemi itu baik. Tapi jangan pernah kaitkan optimisme dengan egoisme karena keduanya adalah hal yang saling bertolak belakang. Optimisme adalah keyakinan yang disertai dengan usaha. Sedangkan egoisme adalah sesuatu keyakinan tanpa usaha. Dalam kata lain egoisme ini adalah sifat ngeyel kita, yang ga mau diatur tapi senang ngatur orang.
Bersama kita terus bangun optimisme ditengah pandemi ini. Karena sejatinya harapan itu masih ada, tinggal bagaimana cara kita untuk mencapai harapan tersebut . Satu-satunya cara adalah berusaha menahan diri dan ego kita masing-masing untuk tidak melakukan hal -hal yang tidak penting. Patuhi aturan yang ada, dan biasakan hidup bersih dan sehat.
Teknologi secanggih apapun tidak akan mampu menghadirkan rasa yang sama. Rasa ketika kita bersapa langsung dengan orang-orang yang kita cintai. Tapi untuk saat ini bersabarlah. Seperti petuah-petuah lama bilang "badai pasti berlalu ". Begitu pun dengan corona, cepat atau lambat "corona pasti berlalu. Terus Berusaha dan selalu berdoa semoga wabah ini cepat berlalu.
Langganan:
Postingan (Atom)